soal dan jawaban pkn kelas XI semester 2


BAB 1
1.kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara :
pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban
A. Bentuk Hak dan Kewajiban Negara terhadap Hak-Hak Dasar Warga Negara
Hak dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga negara pada dasarnya merupakan kewajiban dan hak warga negara tehadap negara.Beberapa contoh kewajiban negara adalah kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum yang adil, kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara, kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat, kewajiban negara memberi jaminan sosial, kewajiban negara memberi kebebasan beribadah. Beberapa contoh hak negara adalah hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintahan, hak negara untuk dibela, hak negara untuk menguasai bumi air dan kekeyaan untuk kepentingan rakyat.
Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga negara yang telah diatur di dalam UUD 1945:
Hak Negara:
1. Hak untuk ditaati hukum dan pemerintahan. (pasal 27 ayat(1))
2. Hak untuk dibela (pasal 27 ayat (3))
3. Hak untuk dipertahankan (pasal 30 ayat (1))
4. Hak untuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam untuk kepentingan rakyat ( pasal 33 ayat (2) dan ayat (3))
Kewajiban Negara:
1. Menjamin persaman kedudukan warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat (1))
2. Menjamin kehidupan dan pekerjaan yang layak (pasal 27 ayat (2))
3. Menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan (pasal 28)
4. Menjamin hak hidup serta hak mempertahankan hidup (pasal 28A)
5. Menjamin hak mengembangkan diri dan pendidikan (pasal 28C ayat (1))
6. Menjamin sisten hukum yang adil (pasal 28D ayat (1))
7. Menjamin hak asasi warga negara (pasal 28I ayat (4))
8. Menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan menjalankan agama masing-masing (pasal 29 ayat (2))
9. Menjamin pembiayaan pendidikan dasar (pasal 31 ayat (2))
10. Menjamin pemberian jaminan sosial (pasal 34)
B. Pelanggaran Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Negara terhadap Hak-Hak Dasar Warga Negara
Negara akan dapat berjalan dengan baik bila warga negaranya mendukung. Ada beberapa hal yang merupakan kewajiban dari warga negara dan sebaliknya ada beberapa hal yang menjadi kewajiban dari negara. Demikian pula dengan hak, ada beberapa hal yang menjadi hak dari negara dan demikian pula ada beberapa hak yang menjadi hak dari warga negara. Penjaminan hak dan kewajiban antara negara dan warga negara terdapat dalam konstitusi negara, dalam hal ini UUD 1945. UUD 1945 adalah konstitusi Republik Indonesia.
Kehidupan negara akan berjalan dengan baik, harmonis dan stabil bila antara negara dan warga negara mengetahui hak dan kewajiban secara tepat dan proporsional. Perlu disadari bahwa pelaksanaan hak adalah berkaitan dengan kewajiban. Kedua-duanya harus seimbang dan serasi serta selaras. Penuntutan hak oleh negara dan juga warga negara harus berimbang dengan kewajibannya. Tidak mungkin orang hanya menutut haknya saja sedang kewajibannya diabaikan. Bila ada orang yang hanya menuntut haknya saja maka akan pasti merugikan orang lain, masyarakat bangsa dan negara.
Demikian pula orang yang hanya mengerjakan kewajiban saja tanpa menharapkan hak maka juga akan merugikan orang lain, masyarakat bangsa dan negara. Oleh karena itu, antara kewajiban dan hak harus dijalankan secara bersamaan, tidak ada yang mendahului atau yang ditinggalkan dari yang lain.
Pelaksanaan Hak dan kewajiban yang tidak seimbang, berimbang dan berat sebelah menimbulkan pertikaian, konflik, permusuhan dan kekerasan. Nyatanya,didalam pelaksanaan hak dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga negara tidak selalu berjalan dengan mulus. Masih sering kita temui pelanggaran yang terjadi, terlebih didalam pelaksanan kewajiban negara terhadap pelaksanaan hak-hak dasar warga negara. Berikut beberapa contoh pelanggaran pelaksanaan hak dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga negara.
Didalam bidang hukum kita sering menemui terjadinya pelanggaran pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak dasar warga negara. Padahal, semua warga negara sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Apalagi konstitusi dasar negara kita, secara tegas menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats).
Salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (fundamental rights). Namun situasi dan kondisi negara kita hari ini, justru semakin menjauhkan masyarakat, terutama masyarakat miskin, dari keadilan hukum (justice of law). Masyarakat miskin, marginal, terpinggirkan dan yang sengaja dipinggirkan, belum mempunyai akses secara maksimal terhadap keadilan.
Bantuan hukum merupakan salah satu hak dasar warga negara. Hanya yang menjadi permasalahan utama disini adalah, apakah bantuan hukum ini dapat diperoleh dengan mudah (acces to abiality) oleh masyarakat atau tidak, termasuk pada aspek jaminan ekonomisnya. Satu contoh sederhana dapat kita lihat dalam penggunaan jasa advokat sebagai tenaga bantuan hukum formal (legal aid), yang diakui dalam sistem hukum kita.
Begitu banyak masyarakat yang enggan menggunakan jasa advokat ini karena dianggap terlalu mahal. Ibarat sistem pendidikan yang kian mahal hari ini, sehingga akses masyarakat semakin terbatas, demikian pulalah yang terjadi dalam sistem hukum kita hari ini. Bantuan hukum yang seharusnya menjadi hak dasar warga negara, justru terasa jauh dari apa yang diamanahkan oleh konstitusi dasar negara kita.
Didalam Undang-undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Ini merupakan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga negara, termasuk orang yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan seseorang didepan hukum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam mewujudkan tatanan sistem hukum serta rasa keadilan masyarakat kita.
Pada bagian lain, jaminan atas akses bantuan hukum juga disebutkan secara eksplisit pada Pasal 28G ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Hal tersebut semakin dikuatkan pada Pasal 28H ayat (2), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Secara substantive, hal tersebut di atas, dapat kita maknai bahwa jaminan akses keadilan melalui bantuan hukum, adalah perintah tegas dalam konstitusi kita. Dan bantuan hukum yang dipandang sebagai salah satu hak dasar setiap warga negara, tentu harus diberikan secara cuma-cuma, seperti halnya dengan hak untuk hidup, hak untuk bekerja, hak untuk memperoleh kesehatan, hak untuk berpendapat dan berpikir.
Bukan hanya pelanggaran didalam melaksanakan kewajiban negara saja yang terjadi, negara pun juga masih mengalami pelanggaran dalam memperoleh hak-haknya. Masih banyak warga negara yang hanya menuntut agar negara memenuhi kewajiban terhadapnya sebagai warga negara, tanpa memperdulikan apakah ia telah memberikan hak-hak negara.
Sebagai contoh, negara memiliki hak untuk ditaati hukum dan pemerintahannya, tetapi masih banyak warga negara yang tidak memenuhi hak negara tersebut. Hal ini tercermin dari masih banyaknya kasus-kasus disekeliling kita yang timbul akibat tidak ditaatinya hukum dan pemerintahan negara.
2. makna hak warga negara :
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya..
3.makna kewajiban warga negara :
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dari kewajiban inilah kita bisa mendapatkan hak kita karena hak dan kewajiban memilki hubungan timbal balik.
4. mengklasifikasikan hak warga negara yang diatur UUD 1945 :
–   Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
–   Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
–   Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
–   Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”
–   Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
–   Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
–   Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
–   Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
-Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).

5. mengklasifikasikan kewajiban warga negara yang diatur UUD 1945 :
–   Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
–   Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
–   Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
–   Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
–   Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

BAB II
1.      ketahanan nasional :
kondisi dinamis suatu bangsa, meliputi seluruh aspek kehidupannasional yang terintegrasi, berisi keuletan, dan ketangguhan serta mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan dari luar maupun dari dalam, langsung maupun tidak langsung membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan hidupbangsa dan negara , serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya.
2.      ketahanan geostrategi indonesia :
suatu cara atau pendekatan dalam memanfaatkan kondisi lingkungan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan Nasional. Ketahanan Nasional sebagai geostrategi bangsa Indonesia memiliki pengertian bahwa konsep ketahanan Nasional merupakan pendekatan yang digunakan bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.


3.      partisipasi warga negara dalam mengatasi ancaman :
Di lingkungan keluarga, setiap anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak harus melaksanakan perannya sesuai dengan kewajibannya secara bersungguh-sungguh. Misalnya, ayah sebagai kepala keluarga berkewajiban mencari nafkah untuk menghidupi seluruh anggota keluarga. Ibu sebagai seorang istri dapat pula membantu pekerjaan seorang ayah jika ia bekerja. Akan tetapi, istri tidak lupa pula akan kewajibannya mengurus rumah tangga. Anak dapat menunjukkan peran dalam membantu pekerjaan orangtua dan melakukan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring, mencuci baju sendiri, menyapu rumah, serta membereskan kamarnya sendiri.
Di lingkungan sekolah, setiap warga sekolah harus melaksanakan peran sesuai dengan kewajiban secara bersungguh-sungguh. Misalnya, kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah selalu memberikan teladan yang baik bagi warga sekolah lain, guru wajib mendidik siswa dengan sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan pendidikan, bagian tata usaha selalu melaksanakan tugas dengan baik, penjaga sekolah selalu memelihara dan melaksanakan tugas dengan rajin, serta siswa wajib belajar dengan giat dan selalu mematuhi peraturan sekolah.
Di lingkungan masyarakat, bentuk partisipasi warga negara dalam wujud pembelaan terhadap negara dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kepedulian warga negara dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta lingkungan alam sekitarnya.
Kepedulian warga negara dalam bidang politik, misalnya selalu melaksanakan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Kepedulian warga negara dalam bidang ekonomi misalnya, dengan mencintai dan memakai produk hasil produksi dalam negeri. Kepedulian warga negara dalam bidang hukum, misalnya berusaha taat dan mematuhi hukum dan norma-norma lain yang berlaku di masyarakat.
Kepedulian warga negara dalam bidang sosial budaya, misalnya selalu berusaha menjaga kelestarian budaya daerah. Kepedulian warga negara dalam bidang pertahanan dan keamanan, misalnya men jaga keamanan dan ketertiban di lingkungan sekitarnya. Kepedulian warga negara terhadap lingkungan alam sekitarnya misalnya, menjaga lingkung an alam sekitarnya agar tetap hijau dengan tidak mengotorinya, baik melalui polusi udara atau tumpukan sampah.
                                           
BAB III
1.      Pengertian Geopolitik adalah :
Suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional.
2.      makna konsep geopolitik indonesia :
strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai 4 unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik,serta unsur kebijaksanaan.
3.      konsep wawasan nusantara sebagai geopolitik :
Wawasan nusantara mempunyai latar belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional Indonesia

4.      konsep geopolitik indonesia :
Ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa

BAB IV
1.      Hakikat budaya politik :
Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana jaman saat itu dan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Artinya, budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Budaya politik (kebudayaan politik) menurut Almond dan Verba merupakan dimensi psikologis dari sistem politik, maksudnya adalah budaya politik bukan lagi sebagai sebuah sistem normatif yang ada di luar masyarakat, melainkan kultur politik yang berkembang dan dipraktekkan oleh suatu masyarakat tertentu. Dalam setiap masyarakat terdapat budaya politik yang menggambarkan pandangan masyarakat tersebut mengenai proses politik yang berlangsung di lingkungannya. Tingkat kesadaran dan partisipasi mereka biasanya menjadi hal penting untuk mengukur kemajuan budaya politik yang akan terus menerus selalu berkembang.

Perbedaan budaya politik dalam masyarakat secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga budaya politik, yaitu :
1.      Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, pasif)
2.      Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi) 
3.      Budaya politik partisipatif (aktif)
Perbedaan budaya politik yang berkembang dalam masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.      Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat.
2.      Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar. 
3.      Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik). 
4.      Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas). 
5.      Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri).
Selanjutnya, Almond dan Verba mengemukakan, bahwa budaya politik suatu masyarakat dihayati melalui kesadaran masyarkat akan pengetahuan, perasaan, dan evaluasi masyarakat tersebut yang berorientasi pada :
1.      Orientasi kognitif, yang merupakan pengetahuan masyarakat tentang sistem politik, peran, dan segala kewajibannya. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan mengenai kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah.
2.      Orientasi afektif, merupakan perasaan masyarakat terhadap sistem politik dan perannya, serta para pelaksana dan penampilannya. Perasaan masyarakat tersebut bisa saja merupakan perasaan untuk menolak atau menerima sistem politik atau kebijakan yang dibuat. 
3.      Orientasi evaluatif, merupakan keputusan dan pendapat masyarakat tentang objek-objek politik yan gsecara tipikal melibatkan nilai moral yang ada dalam masyarakat dengan kriteria informasi dan perasaan yang mereka miliki.
C. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI DALAM MASAYARAKAT INDONESIA

Menurut Aristoteles (384 – 322 M) manusia adalah zoon politicon atau manusia yang pada dasarnya selalu bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Manusia saling ketergantungan satu sama lain untuk mememnuhi kebutuhannya. Pada dasarnya anggota masyarakat saling terkait sebagai satu kesatuan sosial melalui perasaan solidaritas yang dikarenakan latar belakang sejarah, politik dan kebudayaan.

Masyarakat politik adalah masyarakat yang sadar politik atau masyarakat yang keikutsetaan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupannya sebagai warga negara. Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi. Ciri-ciri masyarakat politik antara lain sebagai berikut :
Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif.
2. Bersifat kritis terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan sikap :

a. menerima sebagaimana adanya

b. menolak dengan alas an tertentu atau

c. ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa

3. Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya.

4. Dalam penyelesaian suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah.

Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini di pengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk mengetahui karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melaui beberapa dimensi yang berkembang dalam masyarakat, yaitu :

1. Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai sistem politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak geografis, dan konstitusi negaranya

2. Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan.

3. Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah.

4. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta pemahmanya akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara.

Perbedaan dimensi tersebut menurut Almond dan Verba melahirkan beberapa tipe budaya politik yang berkembang dalam negara, yaitu :
1. Budaya Politik Parokial (parochial political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas sangat rendah. Tidak ada peran-peran politik masyarakat yang bersifat khusus, sehingga peranan politik, baik yang bersifat politis, ekonomis, maupun religius sepenuhnya diserahkan kepada pengambil kebijakan/pemimpin yang biasanya dipegang oleh seorang kepada suku/adat, tokoh agama, ataupun tokoh masyarakat yang peranannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

2. Budaya Politik Subjek (subject political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi pengetahuan dan pemahaman cukup tinggi, tetapi masih bersifat pasif, artinya masyarakat sudah memiliki pengetahuan, pemahaman, namun mereka belum memiliki orientasi dimensi pemahaman mengenai penguatan kebijakan dan partisipasi dalam kegiatan politik, mereka tidak memiliki keinginan dan kemauan untuk mencoba menilai, menelaah, atau mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mereka menerima apa adanya, sehingga sikap masyarakat terhadap suatu kebijakan pemerintah terbagi menjadi dua kelompok, ada yang menerima atau menolak.

3. Budaya Politik Partisipan (participan political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas lebih baik, masyarakat mulai bersifat aktif dalam peran-peran politik, meskipun perasaan dan evaluasi masyarakat terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.

Budaya politik yang berkembang di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Kondisi masyarakat yang hetorogen selain dapat memberkaya berkembangnya budaya politik yang beragam, juga dapat menjadi suatu ancaman terhadap keutuhan bangsa. Untuk menghindari terjadi disintegrasi bangsa, perlu kiranya menanamkan nilai-nilai dasar yang dapat mengikatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, seperti toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat, gotong royong, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. Yang terpenting dalam hal ini adalah bukan membicarkan perbedaan yang ada tetapi bagaimana menyatukan pendangan yang lebih menekankan pada kepentingan nasional.

Clifford Geerts, seorang antropolog berkebangsaan Amerika mengemukakan tentang tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu :

1. Budaya Politik Abangan, yaitu budaya politik masyarakat yang lebih menekankan pada aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Ciri khas dari budaya politik abangan ini adalah tradisi selamatan, yang berkembang pada kelompok masyarakat petani pada era tahun 60-an, diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Kelompok masyarakat abangan sering kali berafiliasi dengan partai semacam PKI dan PNI.

2. Budaya Politik Santri, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Kelompok masyarakat santri biasanya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah menjalankan ibadah atau ritual agama Islam. Pendidikan mereka ditempuh melalui pendidikan pesantren , madrasah, atau mesjid. Kelompok masyarakat santri biasanya memiliki jenis pekerjaan sebagai pedagang. Kelompok masyarakat santri pada masa lalu sering kali berafiliasi dengan partai NU atau Masyumi, namun pada masa sekarang mereka berafiliasi pada partai, seperti PKS, PKB, PPP, atau partai-partai lainnya yang menjadikan Islam sebagai dasarnya.

3. Budaya Politik Priyayi, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada keluhuran tradisi. Kelompok priyayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani, dimana kelompok priyayi dianggap sebagai kelompok atas yang menempati pekerjaan sebagai birokrat (pegawai pemerintah). Pada masa lalu kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI, sekarang mereka berafiliasi dengan partai Golkar

Dalam perkembangannya tipe-tipe budaya politik dalam masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkemabngan sistem politik yang berlaku. Oleh karena itu tipe-tipe dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Masa Orde Lama

Pemilu nasional pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama, dilaksanakan secara bertingkat, tanggal 29 September 1955 Pemilu untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar). Jumlah kursi yang diperebutkan adalah anggota DPR adalah 260 orang untuk anggota DPR dan 520 orang Badan Konstituante ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu 1955 berdasarkan pada UU No. 27 Tahun 1948 jo. UU No. 12 Tahun 1949 tentang Pemilu yang diikuti oleh lebih dari 170 partai politik, termasuk perseorangan calon independent yang terbagi dalam 15 distrik pemilih, disesuaikan dengan wilayah provinsi yang ada pada saat itu. Yang memiliki hak suara adalah WNI, keturuanan Arab, Cina dan Eropa, serta anggota tentara dan polisi.

Pada masa ini budaya politik yang berkembang berada dibawah pengaruh dominasi agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari masyarakat Indonesia. Namun demikiran, menurut Deliar Noer, umat Islam di Indonesia secara politis sering terlibat kontroversi teoritis dan ideologis, baik dengan pihak nasionalis sekuler maupun antarsesama umat Islam sendiri. Perpecahan komunitas muslim ini melahirkan kebangkitan berbagai partai politik. Dengan pola multi partai, partai politik yang ada saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang menganut asas politik agama, seperti Partai keagamaaseperti Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU) Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai PersatuanTarekat Islam Indonesia, dan Angkatan Kesatuan Umat Islam, partai nasionalis dan yang menganut asas politik sekuler seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai komunis adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Banyaknya partai tidak menguntungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Namun kenyataannya partai partai politik tersebut tidak menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi seperti ini sangat rentan, sehingga menimbulkan banyaknya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.

2. Masa Orde Baru

Pemilu pertama pada Masa Orde Baru dilaksanakan pada tahun 1971 yang didasarkan pada UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu. Pemilu pada tahun 1971 lahir sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orde Lama yang dianggap telah melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Pemilu berikutnya dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1977 berdasarkan UU Pemilu No. 4 Tahun 1975 dengan sistem proporsional di daerah pemilihan. Pada masa Orde Baru, partai politik diberi kesempatan untuk bergerak lebih leluasa, walaupun masih dengan pola multi partai. Pelaksanaan Pemilu pada tahun 1977 terjadi penyederhanaan partai politik peserta pemilu berdasarkan UU No 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar yaitu sebagai berikut :

a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam, dan Perti.

b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba

c. Golongan Karya (Golkar) yang merupakan kumpulan dari berbagai golongan masyarakat Indonesia dari berbagai profesi. Kedua partai politik dan satu golongan ini tetap bertahan sejak pelaksanaan Pemilu tahun 1982 berdasarkan UU Pemilu No. 2 Tahun 1980, 1987 berdasarkan UU Pemilu No. 1 Tahun 1985 dan terus dipakai sampai pelaksanaan Pemilu tahun 1992.

Perolehan suara mulai tahun 1977 selalu didominasi oleh Golkar. Dalam perkembangannya, ternyata Orde Baru pun masih melakukan penyimpanganpenyimpangan yang hampir sama dengan pemerintahan Orde Lama, bahkan dalam kaitannya dengan masalah rasial terjadi kesalahan yang lebih besar. Hal ini terjadi karena budaya politik yang berkembang pada masa Orde Baru lebih bersifat pada nilai sentralistik dan budaya politik yang tertutup. Pemerintahan Orde Baru dianggap telah gagal dalam melakukan koreksi terhadap apa yang telah terjadi pada pemerintahan yang lalu.

3. Masa Reformasi

Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama setelah Presiden Suharto lengser yang merupakan babak baru yang dikenal dengan reformasi. Pemilu tahun 1999 dilaksanakan berdasarkan UU Pemilu No. 3 tahun 1999 yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 di bawah pemerintahan B.J. Habiebie yang diikui oleh 48 partai politik. Awal terjadinya reformasi di Indonesia dipicu dengan adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Reformasi lahir di Indonesia sebagai upaya untuk melakukan perubahan terhadap kekeliruan-kekeliruan politik yang terjadi dalam perkembangan politik di Indonesia dan berupaya merubah tatanan kehidupan budaya politik yang kondusif, transparan dan inklusif. Dengan tetap mempertahankan pola multi partai, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan partai politik pada masa Orde Baru, pada pelaksanaan Pemilu pada tahun 1997 diikuti oleh 48 partai politik.

Dalam pelaksanannya reformasi malah melahirkan euphoria politik yang kebablasan sehingga melahirkan perubahan perilaku politik yang anarkis, peranan legislatif yang lebih dominan dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, semua pihak dituntut untuk lebih menyadari akan pentingnya nilai-nilai kesatuan, karena dengan adanya berbagai kepentingan yang berbeda sangat memungkinkan lahirnya berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat. Perilaku politik yang dijalankan harus sesuai dengan tata aturan yang berlaku, termasuk pendayagunaan lembaga-lembaga negara yang ada sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing, sehingga diharapkan dapat melahirkan budaya politik yang diharapkan.

Partisipan yaitu orang yang ikut berpastisipasi dalam satu kegiatan.
Menurut Miriam Budiardjo partisipasi politik adalah kegiatan seseorang dalam partai politik.

    Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi rakyat dalam pembangunan nasional mutlat di perlukan.
    Organisasi sosial dan masyarakat merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat, aspirasi dan dukungan terhadap program pembangunan yang sedang di jalankan.

2.      KLASIFIKASI BUDAYA POLITIK
Berikut Klasifikasi Budaya Politik para ahli :
*    Menurut Rusadi Kantaprawira :
a.    Budaya Politik Parokial (parochial political culture)
Di dalam kepustakaan-kepustakaan politik, budaya politik parokial sering diartikan sebagai budaya politik yang sempit. Dikatakan sempit karena orientasi individu atau masyarakat masih sangat terbatas pada ruang lingkup yang sempit. Orientasi dan peranan yang dimainkan masih terbatas pada lingkungan atau wilayah tempat ia tinggal. Dengan kata lain, persoalan-persoalan di luar wilayahnya tidak diperdulikannya.
b.    Budaya Politik Subjek (subject political culture)
Tipe budaya politik ini agak lebih baik dari tipe pertama. Masyarakat atau individu yang bertipe budaya politik subjek telah memiliki perhatian, dan minat terhadap sistem politik. Dalam budaya politik subjek, individu atau masyarakat berkedudukan sebagai kaula atau dalam istilah masyarakat Jawa disebut kawula gusti,artinya sebagai abdi/pengikut setia pemerintah/raja yang posisinya cenderung pasif. Mereka menganggap bahwa dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau merubah sistem politik. Oleh karena itu mereka menyerah dan turut saja kepada semua kebijaksanaan dan keputusan para pemegang kekuasaan dalam masyarakatnya.
c.    Budaya Politik Partisipan (participant political culture)
Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya politik yang ideal. Dalam budaya politik partisipan individu atau masyarakat telah memiliki perhatian, kesadaran, minat serta peran politik yang sangat luas. Ia mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (yang berupa pemberian tuntutan dan dukungan terhadap sistem politik) maupun dalam proses output (pelaksana, penilai dan pengkritisi setiap kebijaksaanan dan keputusan politik pemerintah).Kondisi yang diciptakan oleh budaya politik partisipan adalah kondisi masyarakat yang ideal dengan tingkat partisipasi politik yang sangat tinggi. Akan tetapi, hal tersebut dapat terjadi apabila diupayakan secara optimal oleh segenap lapisan masyarakat dan pemerintah melalui berbagai kegiatan yang positif.

*      Budaya politik campuran ini menurut Almond dan Verba, terdiri dari tiga bentuk yaitu:
a.    Budaya politik subjek-parokial. Dalam budaya politik ini sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan masyarakat kesukuan atau feodal, dan telah mengembangkan kesetian terhadap sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat khusus.
b.    Budaya politik subjek-partisipan. Dalam budaya politik ini, sebagian besar penduduk telah memperoleh orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian orientasi pribadi sebagai seorang aktifis. Sementara sebagian penduduk lainnya terus berorientasi ke arah struktur pemerintahyang otoriter dan secara relatif memiliki serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
c.    Budaya politik parokial-partisipan.Budaya politik ini berlaku di negara-negara berkembang yang pada umumnya masyarakat lebih berbudaya politik parokial, akan tetapi norma-norma dalam struktur pemerintahan yang diperkenalkan kepada masyarakat biasanya bersifat partisipan.
Tipe-tipe budaya politik di atas merupakan suatu sub-sistem dari kebudayaan yang berlaku universal. Sehingga tidak bisa terlepas dari pengaruh kebudayaan universal tersebut. Dengan kata lain, budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang khas.
Jadi, kesimpulan dari beberapa pernyataan diatas adalah :
a.       Budaya politik Indonesia di satu pihak masih bersifat parokial-kaula, dan budaya politik partisipan di lain pihak.
b.      Sifat ikatan primordial masih berakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui indikatornya berupa sikap mengutamakan kepentingan daerah, suku, dan agamanya.
c.       Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih memegang kuat paternalisme.Salah satu indikatornya adalah munculnya sifat bapakismeatau sikap asal bapak senang dalam setiap hal.


3.      Hakikat Kesadaran Berpolitik
Kesadaran politik atau dalam istilah asing disebut political awwarness. M.Taopan dalam tulisannya yang berjudul Kesadaran Politik (2011) menyatakan bahwa kesadaran politik merupakan proses batin yang menampakan keinsyafan dari setiap warga negara akan pentingnya urusan kenegaraan dalam kehidupan bernegara. Kesadaran politik atau keinsyafan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat begitu kompleks dan beratnya tugas yang dipikul negara dalam hal ini para penyelenggara negara.
Kesadaran politik masyarakat tidak hanya diukur dari tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan pemilihan umum. Akan tetapi diukur juga dari peran serta mereka dalam mengawasi atau mengoreksi kebijakan dan perilaku pemerintah selama memegang kekuasaan pemerintahan. Setiap masyarakat mempunyai kesadaran politik yang berbeda-beda. Kesadaran politik masyarakat sangat tergantung pada latar belakang pendidikannya. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung mempunyai kesadaran politik yang relatif tinggi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah, maka kesadaran politiknya pun relatif rendah sehingga memerlukan pembinaan.
Berikut ini dipaparkan beberapa agen sosialisasi politik, yaitu:
a.       Keluarga
Keluarga merupakan agen pertama yang sangat menentukan pola pembentukan nilai-nilai politik bagi seorang individu. Di dalam keluarga ditanamkan bagaimana menghargai kewenangan ayah dan ibu serta orang yang lebih tua. Selain itu pula ditanamkan nilai-nilai atau keyakinan politik dari orang tua baik secara langsung ataupun tidak langsung.
b.    Sekolah
Ketika waktunya masuk sekolah, disadari atau tidak, anak pun belajar tentang nilai-nilai, norma dan atribut negaranya. Proses pengetahuan politik siswa mulai terbentuk semenjak Taman Kanak-Kanak. Di sekolah ada gambar presiden, wakil presiden dan tidak jarang dipasang juga gambar tokoh-tokoh yang lain. Ketika memasuki sekolah dasar sampai ke jenjang sekolah menengah (SMP/MTs dan SMA/SMK/MAK) bahkan perguruan tinggi, pemahaman nilai-nilai politik siswa terus ditingkatkan terutama melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.Dengan demikian siswa telah memperoleh pengetahuan wal tentang kehidupan politik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
c.       Partai Politik
partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana:
1.      Komunikasi politik. Dengan fungsi ini partai politik berperan sebagai penyalur aspirasi rakyat, menggabungkan berbagai kepentingan dan merumuskan kepentingan yang menjadi dasar kebijaksanaannya.
2.      Sosialisasi politik. Dengan fungsi ini partai politik berperan sebagai sarana untuk memberikan penanaman nilai-nilai, norma dan sikap serta orientasi terhadap persoalan politik tertentu.
3.      Rekruitmen politik. Dengan fungsi ini partai politik mencari dan mengajak orang-orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota anggota dari partai
4.      Pengatur konflik. Dengan fungsi ini partai politik berfungsi untuk mengatasi berbagai macam konflik yang muncul sebagai konsekuensi dari negara demokrasi yang di dalamnya terdapat persaingan dan perbedaan pendapat.
Sementara itu dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan bahwa Partai Politikberfungsi sebagai sarana:
1)      pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
2)      penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat
3)      penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
4)      partisipasi politik warga negara Indonesia;
5)      rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

4.      Contoh budaya politik partisipan
Samuel Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik;  Tak Ada Pilihan Mudah(1984) berhasil mengidentifikasi empat bentuk partisipasi politik, yaitu:
1      Kegiatan pemilihan,yang mencakup memberikan suara,
sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau melakukan tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

2      Lobbying
yaitu upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. Misalnya, lobbyingyang dilakukan oleh anggota DPR, atau yang dilakukan tokoh masyarakat kepada pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan di daerahnya.

3      Kegiatan organisasi, yang menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi dengan tujuan utamanya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh pemerintah.
4      Mencari koneksi,yaitu tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat yang hanya dirasakan oleh satu orang atau beberapa orang saja.
5      Tindakan kekerasan,yaitu upaya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap pejabat pemerintahan atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (dalam bentuk kudeta dan pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah (dalam bentuk huruhara dan pemberontakan, atau mengubah seluruh sistem politik (dalam bentuk revolusi). Kekerasan hanya dilakukan setelah tertutupnya kesempatan berpartisipasi politik secara damai.

§  Bentuk-Bentuk Budaya Partisipan
Partisipan politik merupakan penentuan sikap dan keterlibatan setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai-capai cita-cita bangsa. Bentuknya di bedakan dalam kegiatan politik berbentuk konvensional dan non konvensional.Menurut Almond, Bentuk politik di bedakan :
o  Konvensional
Pemberian suara (voting)
~ Diskusi kelompok
~ Kegiatan Kampanye
~ Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
~ Komunikasi individual dengan pejabat politik/admistrasi
~ pengajuan Petisi
o  Non Konvensional
~ Demokrasi
~ Konfrontasi
~ Mogok
~ Tindak kekerasan politik terhadap harta
~ Tindak kekerasan politik terhadap Manusia
~ Perang gerilya/revolusi
o  Budaya politik tidak sesuai dengan semangat pembangun politik bangsa
Adapun budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan politik bangsa antara lain :
1.    Terjadi demonstrasi yang mengganggu ketemtraman umum
2.    Timbul konflik di berbagai wilayah karena ketidak adilan.
3.    tindak kekerasan
4.    Aksi mogok oleh elemen masyarakat
5.    Berbagai macam pelanggaran HAM

§  Budaya politik partisipan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Contohnya :
1.    menjauhkan diri dari perbuatan –perbuatan yang melanggar perbuatan hukum
2.    menciptakan disiplin dalam segala aspek kehidupan
3.    berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan
4.    membangun hak pilih dengan sebaik-baiknya
5.    bermusyawarah untuk menyelesaikan segala permasalahan
6.    taat dan patuh terhaddap aturan yang berlaku.






Previous
Next Post »