BAB 1
1.kasus pelanggaran hak
dan pengingkaran kewajiban warga negara :
pelanggaran
hak dan pengingkaran kewajiban
A.
Bentuk Hak dan Kewajiban Negara terhadap Hak-Hak Dasar Warga Negara
Hak
dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga negara pada
dasarnya merupakan kewajiban dan hak warga negara tehadap
negara.Beberapa contoh kewajiban negara adalah kewajiban negara untuk menjamin
sistem hukum yang adil, kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga
negara, kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk
rakyat, kewajiban negara memberi jaminan sosial, kewajiban negara memberi
kebebasan beribadah. Beberapa contoh hak negara adalah hak negara untuk
ditaati hukum dan pemerintahan, hak negara untuk dibela, hak negara untuk
menguasai bumi air dan kekeyaan untuk kepentingan rakyat.
Berikut
ini adalah beberapa hak dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga
negara yang telah diatur di dalam UUD 1945:
Hak
Negara:
1. Hak
untuk ditaati hukum dan pemerintahan. (pasal 27 ayat(1))
2. Hak
untuk dibela (pasal 27 ayat (3))
3. Hak
untuk dipertahankan (pasal 30 ayat (1))
4. Hak
untuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam untuk kepentingan rakyat ( pasal 33
ayat (2) dan ayat (3))
Kewajiban
Negara:
1. Menjamin
persaman kedudukan warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat
(1))
2. Menjamin
kehidupan dan pekerjaan yang layak (pasal 27 ayat (2))
3. Menjamin
kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun
tulisan (pasal 28)
4. Menjamin
hak hidup serta hak mempertahankan hidup (pasal 28A)
5. Menjamin
hak mengembangkan diri dan pendidikan (pasal 28C ayat (1))
6. Menjamin
sisten hukum yang adil (pasal 28D ayat (1))
7. Menjamin
hak asasi warga negara (pasal 28I ayat (4))
8. Menjamin
kemerdekaan untuk memeluk agama dan menjalankan agama masing-masing (pasal 29
ayat (2))
9. Menjamin
pembiayaan pendidikan dasar (pasal 31 ayat (2))
10. Menjamin
pemberian jaminan sosial (pasal 34)
B.
Pelanggaran Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Negara terhadap Hak-Hak Dasar
Warga Negara
Negara
akan dapat berjalan dengan baik bila warga negaranya mendukung. Ada beberapa
hal yang merupakan kewajiban dari warga negara dan sebaliknya ada beberapa hal
yang menjadi kewajiban dari negara. Demikian pula dengan hak, ada beberapa hal
yang menjadi hak dari negara dan demikian pula ada beberapa hak yang menjadi
hak dari warga negara. Penjaminan hak dan kewajiban antara negara dan warga
negara terdapat dalam konstitusi negara, dalam hal ini UUD 1945. UUD 1945
adalah konstitusi Republik Indonesia.
Kehidupan
negara akan berjalan dengan baik, harmonis dan stabil bila antara negara dan
warga negara mengetahui hak dan kewajiban secara tepat dan proporsional. Perlu
disadari bahwa pelaksanaan hak adalah berkaitan dengan kewajiban. Kedua-duanya
harus seimbang dan serasi serta selaras. Penuntutan hak oleh negara dan juga
warga negara harus berimbang dengan kewajibannya. Tidak mungkin orang hanya
menutut haknya saja sedang kewajibannya diabaikan. Bila ada orang yang hanya
menuntut haknya saja maka akan pasti merugikan orang lain, masyarakat bangsa
dan negara.
Demikian
pula orang yang hanya mengerjakan kewajiban saja tanpa menharapkan hak maka
juga akan merugikan orang lain, masyarakat bangsa dan negara. Oleh karena itu,
antara kewajiban dan hak harus dijalankan secara bersamaan, tidak ada yang
mendahului atau yang ditinggalkan dari yang lain.
Pelaksanaan
Hak dan kewajiban yang tidak seimbang, berimbang dan berat sebelah menimbulkan
pertikaian, konflik, permusuhan dan kekerasan. Nyatanya,didalam pelaksanaan hak
dan kewajiban negara terhadap hak-hak dasar warga negara tidak selalu berjalan
dengan mulus. Masih sering kita temui pelanggaran yang terjadi, terlebih
didalam pelaksanan kewajiban negara terhadap pelaksanaan hak-hak dasar warga
negara. Berikut beberapa contoh pelanggaran pelaksanaan hak dan kewajiban
negara terhadap hak-hak dasar warga negara.
Didalam
bidang hukum kita sering menemui terjadinya pelanggaran pelaksanaan kewajiban
negara terhadap hak dasar warga negara. Padahal, semua warga negara sama
di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Apalagi konstitusi dasar negara kita, secara tegas menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats).
Salah
satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar
manusia (fundamental rights). Namun situasi dan kondisi negara kita hari ini,
justru semakin menjauhkan masyarakat, terutama masyarakat miskin, dari keadilan
hukum (justice of law). Masyarakat miskin, marginal, terpinggirkan dan yang
sengaja dipinggirkan, belum mempunyai akses secara maksimal terhadap keadilan.
Bantuan
hukum merupakan salah satu hak dasar warga negara. Hanya yang menjadi
permasalahan utama disini adalah, apakah bantuan hukum ini dapat diperoleh
dengan mudah (acces to abiality) oleh masyarakat atau tidak, termasuk pada
aspek jaminan ekonomisnya. Satu contoh sederhana dapat kita lihat dalam
penggunaan jasa advokat sebagai tenaga bantuan hukum formal (legal aid), yang
diakui dalam sistem hukum kita.
Begitu
banyak masyarakat yang enggan menggunakan jasa advokat ini karena dianggap
terlalu mahal. Ibarat sistem pendidikan yang kian mahal hari ini, sehingga
akses masyarakat semakin terbatas, demikian pulalah yang terjadi dalam sistem
hukum kita hari ini. Bantuan hukum yang seharusnya menjadi hak dasar warga
negara, justru terasa jauh dari apa yang diamanahkan oleh konstitusi dasar
negara kita.
Didalam
Undang-undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Ini merupakan pijakan dasar
dan perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga negara, termasuk orang yang
tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan
seseorang didepan hukum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam
mewujudkan tatanan sistem hukum serta rasa keadilan masyarakat kita.
Pada
bagian lain, jaminan atas akses bantuan hukum juga disebutkan secara eksplisit
pada Pasal 28G ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Hal
tersebut semakin dikuatkan pada Pasal 28H ayat (2), yang menyebutkan bahwa,
“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Secara
substantive, hal tersebut di atas, dapat kita maknai bahwa jaminan akses
keadilan melalui bantuan hukum, adalah perintah tegas dalam konstitusi kita.
Dan bantuan hukum yang dipandang sebagai salah satu hak dasar setiap warga
negara, tentu harus diberikan secara cuma-cuma, seperti halnya dengan hak untuk
hidup, hak untuk bekerja, hak untuk memperoleh kesehatan, hak untuk berpendapat
dan berpikir.
Bukan
hanya pelanggaran didalam melaksanakan kewajiban negara saja yang terjadi,
negara pun juga masih mengalami pelanggaran dalam memperoleh hak-haknya. Masih
banyak warga negara yang hanya menuntut agar negara memenuhi kewajiban
terhadapnya sebagai warga negara, tanpa memperdulikan apakah ia telah
memberikan hak-hak negara.
Sebagai
contoh, negara memiliki hak untuk ditaati hukum dan pemerintahannya, tetapi
masih banyak warga negara yang tidak memenuhi hak negara tersebut. Hal ini
tercermin dari masih banyaknya kasus-kasus disekeliling kita yang timbul akibat
tidak ditaatinya hukum dan pemerintahan negara.
2. makna hak warga
negara :
Hak
adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun
juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya..
3.makna kewajiban warga
negara :
Kewajiban
adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dari
kewajiban inilah kita bisa mendapatkan hak kita karena hak dan kewajiban
memilki hubungan timbal balik.
4. mengklasifikasikan
hak warga negara yang diatur UUD 1945 :
–
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
–
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
–
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
–
Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
–
Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi
meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
–
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
–
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan
yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
–
Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak,
-Hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
5. mengklasifikasikan
kewajiban warga negara yang diatur UUD 1945 :
–
Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
–
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan
: setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan
negara”.
–
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap
orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
–
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J
ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
–
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.”
BAB II
1.
ketahanan
nasional :
kondisi
dinamis suatu bangsa, meliputi seluruh aspek kehidupannasional yang
terintegrasi, berisi keuletan, dan ketangguhan serta mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman,
hambatan, serta gangguan dari luar maupun dari dalam, langsung maupun tidak
langsung membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan hidupbangsa dan negara
, serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya.
2.
ketahanan
geostrategi indonesia :
suatu cara atau pendekatan dalam
memanfaatkan kondisi lingkungan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan
tujuan Nasional. Ketahanan Nasional sebagai geostrategi bangsa Indonesia
memiliki pengertian bahwa konsep ketahanan Nasional merupakan pendekatan yang
digunakan bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai
cita-cita dan tujuan nasionalnya.
3.
partisipasi
warga negara dalam mengatasi ancaman :
Di lingkungan keluarga, setiap anggota keluarga yang
terdiri atas ayah, ibu, dan anak harus melaksanakan perannya sesuai dengan
kewajibannya secara bersungguh-sungguh. Misalnya, ayah sebagai kepala keluarga
berkewajiban mencari nafkah untuk menghidupi seluruh anggota keluarga. Ibu
sebagai seorang istri dapat pula membantu pekerjaan seorang ayah jika ia
bekerja. Akan tetapi, istri tidak lupa pula akan kewajibannya mengurus rumah
tangga. Anak dapat menunjukkan peran dalam membantu pekerjaan orangtua dan
melakukan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring, mencuci baju sendiri,
menyapu rumah, serta membereskan kamarnya sendiri.
Di lingkungan sekolah, setiap warga sekolah harus
melaksanakan peran sesuai dengan kewajiban secara bersungguh-sungguh. Misalnya,
kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah selalu memberikan teladan yang baik
bagi warga sekolah lain, guru wajib mendidik siswa dengan sungguh-sungguh demi
tercapainya tujuan pendidikan, bagian tata usaha selalu melaksanakan tugas
dengan baik, penjaga sekolah selalu memelihara dan melaksanakan tugas dengan
rajin, serta siswa wajib belajar dengan giat dan selalu mematuhi peraturan
sekolah.
Di lingkungan masyarakat, bentuk partisipasi warga
negara dalam wujud pembelaan terhadap negara dapat dilakukan dalam berbagai
aspek kehidupan, seperti kepedulian warga negara dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta lingkungan alam
sekitarnya.
Kepedulian warga negara dalam bidang politik, misalnya
selalu melaksanakan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuen. Kepedulian warga negara dalam bidang ekonomi
misalnya, dengan mencintai dan memakai produk hasil produksi dalam negeri.
Kepedulian warga negara dalam bidang hukum, misalnya berusaha taat dan mematuhi
hukum dan norma-norma lain yang berlaku di masyarakat.
Kepedulian warga negara dalam bidang sosial budaya,
misalnya selalu berusaha menjaga kelestarian budaya daerah. Kepedulian warga
negara dalam bidang pertahanan dan keamanan, misalnya men jaga keamanan dan
ketertiban di lingkungan sekitarnya. Kepedulian warga negara terhadap
lingkungan alam sekitarnya misalnya, menjaga lingkung an alam sekitarnya agar
tetap hijau dengan tidak mengotorinya, baik melalui polusi udara atau tumpukan
sampah.
BAB III
1.
Pengertian
Geopolitik adalah :
Suatu studi yang mengkaji
masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada
politik internasional.
2.
makna
konsep geopolitik indonesia :
strategis dan politis suatu
wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah
tersebut. Geopolitik mempunyai 4 unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis,
politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik,serta
unsur kebijaksanaan.
3.
konsep
wawasan nusantara sebagai geopolitik :
Wawasan nusantara
mempunyai latar belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai
dasar pengembangan wawasan nasional Indonesia
4.
konsep
geopolitik indonesia :
Ilmu penyelenggaraan
negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi
wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa
BAB IV
1.
Hakikat
budaya politik :
Budaya politik adalah aspek politik
dari sistem nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh
suasana jaman saat itu dan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri.
Artinya, budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi
oleh situasi, kondisi dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama
pelaku politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan,
sehingga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Budaya politik (kebudayaan politik) menurut
Almond dan Verba merupakan dimensi psikologis dari sistem politik, maksudnya
adalah budaya politik bukan lagi sebagai sebuah sistem normatif yang ada di
luar masyarakat, melainkan kultur politik yang berkembang dan dipraktekkan oleh
suatu masyarakat tertentu. Dalam setiap masyarakat terdapat budaya politik yang
menggambarkan pandangan masyarakat tersebut mengenai proses politik yang
berlangsung di lingkungannya. Tingkat kesadaran dan partisipasi mereka biasanya
menjadi hal penting untuk mengukur kemajuan budaya politik yang akan terus
menerus selalu berkembang.
Perbedaan budaya politik dalam
masyarakat secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga budaya politik, yaitu
:
1. Budaya politik apatis (acuh, masa
bodoh, pasif)
2. Budaya politik mobilisasi (didorong
atau sengaja dimobilisasi)
3. Budaya politik partisipatif (aktif)
Perbedaan
budaya politik yang berkembang dalam masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
1. Tingkat pendidikan masyarakat
sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat.
2. Tingkat ekonomi masyarakat, semakin
tinggi tingkat ekonomi/sejahtera masyarakat maka partisipasi masyarakat pun
semakin besar.
3. Reformasi politik/political will
(semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik).
4. Supremasi hukum (adanya penegakan
hukum yang adil, independen, dan bebas).
5. Media komunikasi yang independen
(berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri).
Selanjutnya,
Almond dan Verba mengemukakan, bahwa budaya politik suatu masyarakat dihayati
melalui kesadaran masyarkat akan pengetahuan, perasaan, dan evaluasi masyarakat
tersebut yang berorientasi pada :
1. Orientasi kognitif, yang merupakan
pengetahuan masyarakat tentang sistem politik, peran, dan segala kewajibannya.
Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan mengenai kebijakan-kebijakan yang di
buat oleh pemerintah.
2. Orientasi afektif, merupakan
perasaan masyarakat terhadap sistem politik dan perannya, serta para pelaksana
dan penampilannya. Perasaan masyarakat tersebut bisa saja merupakan perasaan
untuk menolak atau menerima sistem politik atau kebijakan yang dibuat.
3. Orientasi evaluatif, merupakan
keputusan dan pendapat masyarakat tentang objek-objek politik yan gsecara
tipikal melibatkan nilai moral yang ada dalam masyarakat dengan kriteria
informasi dan perasaan yang mereka miliki.
C.
TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI DALAM MASAYARAKAT INDONESIA
Menurut Aristoteles (384 – 322 M) manusia adalah zoon politicon atau manusia yang pada dasarnya selalu bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Manusia saling ketergantungan satu sama lain untuk mememnuhi kebutuhannya. Pada dasarnya anggota masyarakat saling terkait sebagai satu kesatuan sosial melalui perasaan solidaritas yang dikarenakan latar belakang sejarah, politik dan kebudayaan.
Masyarakat politik adalah masyarakat yang sadar politik atau masyarakat yang keikutsetaan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupannya sebagai warga negara. Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi. Ciri-ciri masyarakat politik antara lain sebagai berikut :
Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif.
Menurut Aristoteles (384 – 322 M) manusia adalah zoon politicon atau manusia yang pada dasarnya selalu bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Manusia saling ketergantungan satu sama lain untuk mememnuhi kebutuhannya. Pada dasarnya anggota masyarakat saling terkait sebagai satu kesatuan sosial melalui perasaan solidaritas yang dikarenakan latar belakang sejarah, politik dan kebudayaan.
Masyarakat politik adalah masyarakat yang sadar politik atau masyarakat yang keikutsetaan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupannya sebagai warga negara. Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi. Ciri-ciri masyarakat politik antara lain sebagai berikut :
Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif.
2.
Bersifat kritis terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan sikap :
a. menerima sebagaimana adanya
b. menolak dengan alas an tertentu atau
c. ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa
3. Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya.
4. Dalam penyelesaian suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah.
Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini di pengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk mengetahui karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melaui beberapa dimensi yang berkembang dalam masyarakat, yaitu :
1. Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai sistem politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak geografis, dan konstitusi negaranya
2. Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan.
3. Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah.
4. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta pemahmanya akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara.
Perbedaan dimensi tersebut menurut Almond dan Verba melahirkan beberapa tipe budaya politik yang berkembang dalam negara, yaitu :
a. menerima sebagaimana adanya
b. menolak dengan alas an tertentu atau
c. ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa
3. Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya.
4. Dalam penyelesaian suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah.
Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini di pengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk mengetahui karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melaui beberapa dimensi yang berkembang dalam masyarakat, yaitu :
1. Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai sistem politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak geografis, dan konstitusi negaranya
2. Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan.
3. Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah.
4. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta pemahmanya akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara.
Perbedaan dimensi tersebut menurut Almond dan Verba melahirkan beberapa tipe budaya politik yang berkembang dalam negara, yaitu :
1.
Budaya Politik Parokial (parochial political culture), dimana pada tingkat
tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas
sangat rendah. Tidak ada peran-peran politik masyarakat yang bersifat khusus,
sehingga peranan politik, baik yang bersifat politis, ekonomis, maupun religius
sepenuhnya diserahkan kepada pengambil kebijakan/pemimpin yang biasanya
dipegang oleh seorang kepada suku/adat, tokoh agama, ataupun tokoh masyarakat
yang peranannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
2. Budaya Politik Subjek (subject political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi pengetahuan dan pemahaman cukup tinggi, tetapi masih bersifat pasif, artinya masyarakat sudah memiliki pengetahuan, pemahaman, namun mereka belum memiliki orientasi dimensi pemahaman mengenai penguatan kebijakan dan partisipasi dalam kegiatan politik, mereka tidak memiliki keinginan dan kemauan untuk mencoba menilai, menelaah, atau mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mereka menerima apa adanya, sehingga sikap masyarakat terhadap suatu kebijakan pemerintah terbagi menjadi dua kelompok, ada yang menerima atau menolak.
3. Budaya Politik Partisipan (participan political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas lebih baik, masyarakat mulai bersifat aktif dalam peran-peran politik, meskipun perasaan dan evaluasi masyarakat terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.
Budaya politik yang berkembang di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Kondisi masyarakat yang hetorogen selain dapat memberkaya berkembangnya budaya politik yang beragam, juga dapat menjadi suatu ancaman terhadap keutuhan bangsa. Untuk menghindari terjadi disintegrasi bangsa, perlu kiranya menanamkan nilai-nilai dasar yang dapat mengikatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, seperti toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat, gotong royong, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. Yang terpenting dalam hal ini adalah bukan membicarkan perbedaan yang ada tetapi bagaimana menyatukan pendangan yang lebih menekankan pada kepentingan nasional.
Clifford Geerts, seorang antropolog berkebangsaan Amerika mengemukakan tentang tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu :
1. Budaya Politik Abangan, yaitu budaya politik masyarakat yang lebih menekankan pada aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Ciri khas dari budaya politik abangan ini adalah tradisi selamatan, yang berkembang pada kelompok masyarakat petani pada era tahun 60-an, diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Kelompok masyarakat abangan sering kali berafiliasi dengan partai semacam PKI dan PNI.
2. Budaya Politik Santri, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Kelompok masyarakat santri biasanya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah menjalankan ibadah atau ritual agama Islam. Pendidikan mereka ditempuh melalui pendidikan pesantren , madrasah, atau mesjid. Kelompok masyarakat santri biasanya memiliki jenis pekerjaan sebagai pedagang. Kelompok masyarakat santri pada masa lalu sering kali berafiliasi dengan partai NU atau Masyumi, namun pada masa sekarang mereka berafiliasi pada partai, seperti PKS, PKB, PPP, atau partai-partai lainnya yang menjadikan Islam sebagai dasarnya.
3. Budaya Politik Priyayi, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada keluhuran tradisi. Kelompok priyayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani, dimana kelompok priyayi dianggap sebagai kelompok atas yang menempati pekerjaan sebagai birokrat (pegawai pemerintah). Pada masa lalu kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI, sekarang mereka berafiliasi dengan partai Golkar
Dalam perkembangannya tipe-tipe budaya politik dalam masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkemabngan sistem politik yang berlaku. Oleh karena itu tipe-tipe dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu:
2. Budaya Politik Subjek (subject political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi pengetahuan dan pemahaman cukup tinggi, tetapi masih bersifat pasif, artinya masyarakat sudah memiliki pengetahuan, pemahaman, namun mereka belum memiliki orientasi dimensi pemahaman mengenai penguatan kebijakan dan partisipasi dalam kegiatan politik, mereka tidak memiliki keinginan dan kemauan untuk mencoba menilai, menelaah, atau mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mereka menerima apa adanya, sehingga sikap masyarakat terhadap suatu kebijakan pemerintah terbagi menjadi dua kelompok, ada yang menerima atau menolak.
3. Budaya Politik Partisipan (participan political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas lebih baik, masyarakat mulai bersifat aktif dalam peran-peran politik, meskipun perasaan dan evaluasi masyarakat terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.
Budaya politik yang berkembang di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Kondisi masyarakat yang hetorogen selain dapat memberkaya berkembangnya budaya politik yang beragam, juga dapat menjadi suatu ancaman terhadap keutuhan bangsa. Untuk menghindari terjadi disintegrasi bangsa, perlu kiranya menanamkan nilai-nilai dasar yang dapat mengikatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa, seperti toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat, gotong royong, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia. Yang terpenting dalam hal ini adalah bukan membicarkan perbedaan yang ada tetapi bagaimana menyatukan pendangan yang lebih menekankan pada kepentingan nasional.
Clifford Geerts, seorang antropolog berkebangsaan Amerika mengemukakan tentang tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu :
1. Budaya Politik Abangan, yaitu budaya politik masyarakat yang lebih menekankan pada aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Ciri khas dari budaya politik abangan ini adalah tradisi selamatan, yang berkembang pada kelompok masyarakat petani pada era tahun 60-an, diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Kelompok masyarakat abangan sering kali berafiliasi dengan partai semacam PKI dan PNI.
2. Budaya Politik Santri, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Kelompok masyarakat santri biasanya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah menjalankan ibadah atau ritual agama Islam. Pendidikan mereka ditempuh melalui pendidikan pesantren , madrasah, atau mesjid. Kelompok masyarakat santri biasanya memiliki jenis pekerjaan sebagai pedagang. Kelompok masyarakat santri pada masa lalu sering kali berafiliasi dengan partai NU atau Masyumi, namun pada masa sekarang mereka berafiliasi pada partai, seperti PKS, PKB, PPP, atau partai-partai lainnya yang menjadikan Islam sebagai dasarnya.
3. Budaya Politik Priyayi, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada keluhuran tradisi. Kelompok priyayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani, dimana kelompok priyayi dianggap sebagai kelompok atas yang menempati pekerjaan sebagai birokrat (pegawai pemerintah). Pada masa lalu kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI, sekarang mereka berafiliasi dengan partai Golkar
Dalam perkembangannya tipe-tipe budaya politik dalam masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkemabngan sistem politik yang berlaku. Oleh karena itu tipe-tipe dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu:
1.
Masa Orde Lama
Pemilu nasional pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama, dilaksanakan secara bertingkat, tanggal 29 September 1955 Pemilu untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar). Jumlah kursi yang diperebutkan adalah anggota DPR adalah 260 orang untuk anggota DPR dan 520 orang Badan Konstituante ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu 1955 berdasarkan pada UU No. 27 Tahun 1948 jo. UU No. 12 Tahun 1949 tentang Pemilu yang diikuti oleh lebih dari 170 partai politik, termasuk perseorangan calon independent yang terbagi dalam 15 distrik pemilih, disesuaikan dengan wilayah provinsi yang ada pada saat itu. Yang memiliki hak suara adalah WNI, keturuanan Arab, Cina dan Eropa, serta anggota tentara dan polisi.
Pada masa ini budaya politik yang berkembang berada dibawah pengaruh dominasi agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari masyarakat Indonesia. Namun demikiran, menurut Deliar Noer, umat Islam di Indonesia secara politis sering terlibat kontroversi teoritis dan ideologis, baik dengan pihak nasionalis sekuler maupun antarsesama umat Islam sendiri. Perpecahan komunitas muslim ini melahirkan kebangkitan berbagai partai politik. Dengan pola multi partai, partai politik yang ada saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang menganut asas politik agama, seperti Partai keagamaaseperti Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU) Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai PersatuanTarekat Islam Indonesia, dan Angkatan Kesatuan Umat Islam, partai nasionalis dan yang menganut asas politik sekuler seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai komunis adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Banyaknya partai tidak menguntungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Namun kenyataannya partai partai politik tersebut tidak menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi seperti ini sangat rentan, sehingga menimbulkan banyaknya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
2. Masa Orde Baru
Pemilu pertama pada Masa Orde Baru dilaksanakan pada tahun 1971 yang didasarkan pada UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu. Pemilu pada tahun 1971 lahir sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orde Lama yang dianggap telah melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Pemilu berikutnya dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1977 berdasarkan UU Pemilu No. 4 Tahun 1975 dengan sistem proporsional di daerah pemilihan. Pada masa Orde Baru, partai politik diberi kesempatan untuk bergerak lebih leluasa, walaupun masih dengan pola multi partai. Pelaksanaan Pemilu pada tahun 1977 terjadi penyederhanaan partai politik peserta pemilu berdasarkan UU No 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar yaitu sebagai berikut :
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam, dan Perti.
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba
c. Golongan Karya (Golkar) yang merupakan kumpulan dari berbagai golongan masyarakat Indonesia dari berbagai profesi. Kedua partai politik dan satu golongan ini tetap bertahan sejak pelaksanaan Pemilu tahun 1982 berdasarkan UU Pemilu No. 2 Tahun 1980, 1987 berdasarkan UU Pemilu No. 1 Tahun 1985 dan terus dipakai sampai pelaksanaan Pemilu tahun 1992.
Perolehan suara mulai tahun 1977 selalu didominasi oleh Golkar. Dalam perkembangannya, ternyata Orde Baru pun masih melakukan penyimpanganpenyimpangan yang hampir sama dengan pemerintahan Orde Lama, bahkan dalam kaitannya dengan masalah rasial terjadi kesalahan yang lebih besar. Hal ini terjadi karena budaya politik yang berkembang pada masa Orde Baru lebih bersifat pada nilai sentralistik dan budaya politik yang tertutup. Pemerintahan Orde Baru dianggap telah gagal dalam melakukan koreksi terhadap apa yang telah terjadi pada pemerintahan yang lalu.
3. Masa Reformasi
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama setelah Presiden Suharto lengser yang merupakan babak baru yang dikenal dengan reformasi. Pemilu tahun 1999 dilaksanakan berdasarkan UU Pemilu No. 3 tahun 1999 yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 di bawah pemerintahan B.J. Habiebie yang diikui oleh 48 partai politik. Awal terjadinya reformasi di Indonesia dipicu dengan adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Reformasi lahir di Indonesia sebagai upaya untuk melakukan perubahan terhadap kekeliruan-kekeliruan politik yang terjadi dalam perkembangan politik di Indonesia dan berupaya merubah tatanan kehidupan budaya politik yang kondusif, transparan dan inklusif. Dengan tetap mempertahankan pola multi partai, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan partai politik pada masa Orde Baru, pada pelaksanaan Pemilu pada tahun 1997 diikuti oleh 48 partai politik.
Dalam pelaksanannya reformasi malah melahirkan euphoria politik yang kebablasan sehingga melahirkan perubahan perilaku politik yang anarkis, peranan legislatif yang lebih dominan dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, semua pihak dituntut untuk lebih menyadari akan pentingnya nilai-nilai kesatuan, karena dengan adanya berbagai kepentingan yang berbeda sangat memungkinkan lahirnya berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat. Perilaku politik yang dijalankan harus sesuai dengan tata aturan yang berlaku, termasuk pendayagunaan lembaga-lembaga negara yang ada sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing, sehingga diharapkan dapat melahirkan budaya politik yang diharapkan.
Pemilu nasional pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama, dilaksanakan secara bertingkat, tanggal 29 September 1955 Pemilu untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar). Jumlah kursi yang diperebutkan adalah anggota DPR adalah 260 orang untuk anggota DPR dan 520 orang Badan Konstituante ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu 1955 berdasarkan pada UU No. 27 Tahun 1948 jo. UU No. 12 Tahun 1949 tentang Pemilu yang diikuti oleh lebih dari 170 partai politik, termasuk perseorangan calon independent yang terbagi dalam 15 distrik pemilih, disesuaikan dengan wilayah provinsi yang ada pada saat itu. Yang memiliki hak suara adalah WNI, keturuanan Arab, Cina dan Eropa, serta anggota tentara dan polisi.
Pada masa ini budaya politik yang berkembang berada dibawah pengaruh dominasi agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari masyarakat Indonesia. Namun demikiran, menurut Deliar Noer, umat Islam di Indonesia secara politis sering terlibat kontroversi teoritis dan ideologis, baik dengan pihak nasionalis sekuler maupun antarsesama umat Islam sendiri. Perpecahan komunitas muslim ini melahirkan kebangkitan berbagai partai politik. Dengan pola multi partai, partai politik yang ada saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang menganut asas politik agama, seperti Partai keagamaaseperti Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU) Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai PersatuanTarekat Islam Indonesia, dan Angkatan Kesatuan Umat Islam, partai nasionalis dan yang menganut asas politik sekuler seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai komunis adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Banyaknya partai tidak menguntungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Namun kenyataannya partai partai politik tersebut tidak menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi seperti ini sangat rentan, sehingga menimbulkan banyaknya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
2. Masa Orde Baru
Pemilu pertama pada Masa Orde Baru dilaksanakan pada tahun 1971 yang didasarkan pada UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu. Pemilu pada tahun 1971 lahir sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orde Lama yang dianggap telah melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Pemilu berikutnya dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1977 berdasarkan UU Pemilu No. 4 Tahun 1975 dengan sistem proporsional di daerah pemilihan. Pada masa Orde Baru, partai politik diberi kesempatan untuk bergerak lebih leluasa, walaupun masih dengan pola multi partai. Pelaksanaan Pemilu pada tahun 1977 terjadi penyederhanaan partai politik peserta pemilu berdasarkan UU No 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar yaitu sebagai berikut :
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam, dan Perti.
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba
c. Golongan Karya (Golkar) yang merupakan kumpulan dari berbagai golongan masyarakat Indonesia dari berbagai profesi. Kedua partai politik dan satu golongan ini tetap bertahan sejak pelaksanaan Pemilu tahun 1982 berdasarkan UU Pemilu No. 2 Tahun 1980, 1987 berdasarkan UU Pemilu No. 1 Tahun 1985 dan terus dipakai sampai pelaksanaan Pemilu tahun 1992.
Perolehan suara mulai tahun 1977 selalu didominasi oleh Golkar. Dalam perkembangannya, ternyata Orde Baru pun masih melakukan penyimpanganpenyimpangan yang hampir sama dengan pemerintahan Orde Lama, bahkan dalam kaitannya dengan masalah rasial terjadi kesalahan yang lebih besar. Hal ini terjadi karena budaya politik yang berkembang pada masa Orde Baru lebih bersifat pada nilai sentralistik dan budaya politik yang tertutup. Pemerintahan Orde Baru dianggap telah gagal dalam melakukan koreksi terhadap apa yang telah terjadi pada pemerintahan yang lalu.
3. Masa Reformasi
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama setelah Presiden Suharto lengser yang merupakan babak baru yang dikenal dengan reformasi. Pemilu tahun 1999 dilaksanakan berdasarkan UU Pemilu No. 3 tahun 1999 yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 di bawah pemerintahan B.J. Habiebie yang diikui oleh 48 partai politik. Awal terjadinya reformasi di Indonesia dipicu dengan adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Reformasi lahir di Indonesia sebagai upaya untuk melakukan perubahan terhadap kekeliruan-kekeliruan politik yang terjadi dalam perkembangan politik di Indonesia dan berupaya merubah tatanan kehidupan budaya politik yang kondusif, transparan dan inklusif. Dengan tetap mempertahankan pola multi partai, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan partai politik pada masa Orde Baru, pada pelaksanaan Pemilu pada tahun 1997 diikuti oleh 48 partai politik.
Dalam pelaksanannya reformasi malah melahirkan euphoria politik yang kebablasan sehingga melahirkan perubahan perilaku politik yang anarkis, peranan legislatif yang lebih dominan dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, semua pihak dituntut untuk lebih menyadari akan pentingnya nilai-nilai kesatuan, karena dengan adanya berbagai kepentingan yang berbeda sangat memungkinkan lahirnya berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat. Perilaku politik yang dijalankan harus sesuai dengan tata aturan yang berlaku, termasuk pendayagunaan lembaga-lembaga negara yang ada sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing, sehingga diharapkan dapat melahirkan budaya politik yang diharapkan.
Partisipan
yaitu orang yang ikut berpastisipasi dalam satu kegiatan.
Menurut Miriam Budiardjo partisipasi politik adalah kegiatan seseorang dalam partai politik.
Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi rakyat dalam pembangunan nasional mutlat di perlukan.
Organisasi sosial dan masyarakat merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat, aspirasi dan dukungan terhadap program pembangunan yang sedang di jalankan.
Menurut Miriam Budiardjo partisipasi politik adalah kegiatan seseorang dalam partai politik.
Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi rakyat dalam pembangunan nasional mutlat di perlukan.
Organisasi sosial dan masyarakat merupakan sarana untuk menyalurkan pendapat, aspirasi dan dukungan terhadap program pembangunan yang sedang di jalankan.
2. KLASIFIKASI
BUDAYA POLITIK
Berikut
Klasifikasi Budaya Politik para ahli :
Menurut Rusadi
Kantaprawira :
a.
Budaya
Politik Parokial (parochial political culture)
Di dalam kepustakaan-kepustakaan politik, budaya
politik parokial sering diartikan sebagai budaya politik yang sempit. Dikatakan
sempit karena orientasi individu atau masyarakat masih sangat terbatas pada
ruang lingkup yang sempit. Orientasi dan peranan yang dimainkan masih terbatas
pada lingkungan atau wilayah tempat ia tinggal. Dengan kata lain,
persoalan-persoalan di luar wilayahnya tidak diperdulikannya.
b.
Budaya
Politik Subjek (subject political culture)
Tipe budaya politik ini agak lebih baik dari tipe
pertama. Masyarakat atau individu yang bertipe budaya politik subjek telah
memiliki perhatian, dan minat terhadap sistem politik. Dalam budaya politik
subjek, individu atau masyarakat berkedudukan sebagai kaula atau dalam istilah
masyarakat Jawa disebut kawula gusti,artinya sebagai abdi/pengikut setia
pemerintah/raja yang posisinya cenderung pasif. Mereka menganggap bahwa dirinya
tidak berdaya mempengaruhi atau merubah sistem politik. Oleh karena itu mereka
menyerah dan turut saja kepada semua kebijaksanaan dan keputusan para pemegang
kekuasaan dalam masyarakatnya.
c.
Budaya
Politik Partisipan (participant political culture)
Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya
politik yang ideal. Dalam budaya politik partisipan individu atau masyarakat
telah memiliki perhatian, kesadaran, minat serta peran politik yang sangat
luas. Ia mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (yang berupa
pemberian tuntutan dan dukungan terhadap sistem politik) maupun dalam proses
output (pelaksana, penilai dan pengkritisi setiap kebijaksaanan dan keputusan
politik pemerintah).Kondisi yang diciptakan oleh budaya politik partisipan
adalah kondisi masyarakat yang ideal dengan tingkat partisipasi politik yang
sangat tinggi. Akan tetapi, hal tersebut dapat terjadi apabila diupayakan
secara optimal oleh segenap lapisan masyarakat dan pemerintah melalui berbagai
kegiatan yang positif.
Budaya
politik campuran ini menurut Almond dan Verba, terdiri dari tiga bentuk yaitu:
a.
Budaya politik
subjek-parokial. Dalam
budaya politik ini sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan masyarakat
kesukuan atau feodal, dan telah mengembangkan kesetian terhadap sistem politik
yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat
khusus.
b.
Budaya politik
subjek-partisipan. Dalam
budaya politik ini, sebagian besar penduduk telah memperoleh
orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian orientasi
pribadi sebagai seorang aktifis. Sementara sebagian penduduk lainnya terus
berorientasi ke arah struktur pemerintahyang otoriter dan secara relatif
memiliki serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
c.
Budaya politik
parokial-partisipan.Budaya
politik ini berlaku di negara-negara berkembang yang pada umumnya masyarakat
lebih berbudaya politik parokial, akan tetapi norma-norma dalam struktur
pemerintahan yang diperkenalkan kepada masyarakat biasanya bersifat partisipan.
Tipe-tipe budaya politik
di atas merupakan suatu sub-sistem dari kebudayaan yang berlaku universal.
Sehingga tidak bisa terlepas dari pengaruh kebudayaan universal tersebut.
Dengan kata lain, budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat
dengan ciri-ciri yang khas.
Jadi,
kesimpulan dari beberapa pernyataan diatas adalah :
a.
Budaya
politik Indonesia di satu pihak masih bersifat parokial-kaula, dan budaya
politik partisipan di lain pihak.
b.
Sifat
ikatan primordial masih berakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Hal ini dapat
dilihat melalui indikatornya berupa sikap mengutamakan kepentingan daerah,
suku, dan agamanya.
c.
Kecenderungan
budaya politik Indonesia yang masih memegang kuat paternalisme.Salah satu
indikatornya adalah munculnya sifat bapakismeatau sikap asal bapak senang dalam
setiap hal.
3. Hakikat
Kesadaran Berpolitik
Kesadaran politik atau
dalam istilah asing disebut political awwarness. M.Taopan dalam tulisannya yang
berjudul Kesadaran Politik (2011) menyatakan bahwa kesadaran politik merupakan
proses batin yang menampakan keinsyafan dari setiap warga negara akan pentingnya
urusan kenegaraan dalam kehidupan bernegara. Kesadaran politik atau keinsyafan
hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat begitu
kompleks dan beratnya tugas yang dipikul negara dalam hal ini para
penyelenggara negara.
Kesadaran politik
masyarakat tidak hanya diukur dari tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan
pemilihan umum. Akan tetapi diukur juga dari peran serta mereka dalam mengawasi
atau mengoreksi kebijakan dan perilaku pemerintah selama memegang kekuasaan
pemerintahan. Setiap masyarakat mempunyai kesadaran politik yang berbeda-beda.
Kesadaran politik masyarakat sangat tergantung pada latar belakang
pendidikannya. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung
mempunyai kesadaran politik yang relatif tinggi. Sebaliknya, kelompok
masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah, maka kesadaran politiknya pun
relatif rendah sehingga memerlukan pembinaan.
Berikut ini
dipaparkan beberapa agen sosialisasi politik, yaitu:
a.
Keluarga
Keluarga
merupakan agen pertama yang sangat menentukan pola pembentukan nilai-nilai
politik bagi seorang individu. Di dalam keluarga ditanamkan bagaimana
menghargai kewenangan ayah dan ibu serta orang yang lebih tua. Selain itu pula
ditanamkan nilai-nilai atau keyakinan politik dari orang tua baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
b.
Sekolah
Ketika
waktunya masuk sekolah, disadari atau tidak, anak pun belajar tentang
nilai-nilai, norma dan atribut negaranya. Proses pengetahuan politik siswa
mulai terbentuk semenjak Taman Kanak-Kanak. Di sekolah ada gambar presiden,
wakil presiden dan tidak jarang dipasang juga gambar tokoh-tokoh yang lain.
Ketika memasuki sekolah dasar sampai ke jenjang sekolah menengah (SMP/MTs dan
SMA/SMK/MAK) bahkan perguruan tinggi, pemahaman nilai-nilai politik siswa terus
ditingkatkan terutama melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan.Dengan demikian siswa telah memperoleh pengetahuan wal tentang
kehidupan politik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut
pandang akademis.
c.
Partai
Politik
partai
politik mempunyai fungsi sebagai sarana:
1.
Komunikasi
politik. Dengan fungsi ini partai politik berperan sebagai penyalur aspirasi
rakyat, menggabungkan berbagai kepentingan dan merumuskan kepentingan yang
menjadi dasar kebijaksanaannya.
2.
Sosialisasi
politik. Dengan fungsi ini partai politik berperan sebagai sarana untuk
memberikan penanaman nilai-nilai, norma dan sikap serta orientasi terhadap
persoalan politik tertentu.
3.
Rekruitmen
politik. Dengan fungsi ini partai politik mencari dan mengajak orang-orang
berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota anggota dari
partai
4.
Pengatur
konflik. Dengan fungsi ini partai politik berfungsi untuk mengatasi berbagai
macam konflik yang muncul sebagai konsekuensi dari negara demokrasi yang di
dalamnya terdapat persaingan dan perbedaan pendapat.
Sementara itu dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan bahwa Partai
Politikberfungsi sebagai sarana:
1)
pendidikan
politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia
yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara;
2)
penciptaan
iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat
3)
penyerap,
penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan negara;
4)
partisipasi
politik warga negara Indonesia;
5)
rekrutmen
politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi
dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
4. Contoh
budaya politik partisipan
Samuel Huntington dan
Joan M. Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik; Tak Ada Pilihan Mudah(1984) berhasil
mengidentifikasi empat bentuk partisipasi politik, yaitu:
1
Kegiatan
pemilihan,yang mencakup memberikan suara,
sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam
suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau melakukan tindakan
yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.
2
Lobbying
yaitu upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk
menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan
maksud untuk mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai
persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. Misalnya, lobbyingyang
dilakukan oleh anggota DPR, atau yang dilakukan tokoh masyarakat kepada
pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan di daerahnya.
3
Kegiatan
organisasi, yang menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam
suatu organisasi dengan tujuan utamanya untuk mempengaruhi proses pengambilan
keputusan oleh pemerintah.
4
Mencari
koneksi,yaitu tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat
pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat yang hanya dirasakan
oleh satu orang atau beberapa orang saja.
5
Tindakan
kekerasan,yaitu upaya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
dilakukan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap pejabat
pemerintahan atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan
politik (dalam bentuk kudeta dan pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan
pemerintah (dalam bentuk huruhara dan pemberontakan, atau mengubah seluruh
sistem politik (dalam bentuk revolusi). Kekerasan hanya dilakukan setelah
tertutupnya kesempatan berpartisipasi politik secara damai.
§ Bentuk-Bentuk Budaya
Partisipan
Partisipan politik merupakan
penentuan sikap dan keterlibatan setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam rangka mencapai-capai cita-cita bangsa. Bentuknya di bedakan
dalam kegiatan politik berbentuk konvensional dan non konvensional.Menurut
Almond, Bentuk politik di bedakan :
o Konvensional
Pemberian suara (voting)
~ Diskusi kelompok
~ Kegiatan Kampanye
~ Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
~ Komunikasi individual dengan pejabat politik/admistrasi
~ pengajuan Petisi
Pemberian suara (voting)
~ Diskusi kelompok
~ Kegiatan Kampanye
~ Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
~ Komunikasi individual dengan pejabat politik/admistrasi
~ pengajuan Petisi
o Non Konvensional
~ Demokrasi
~ Konfrontasi
~ Mogok
~ Tindak kekerasan politik terhadap harta
~ Tindak kekerasan politik terhadap Manusia
~ Perang gerilya/revolusi
~ Demokrasi
~ Konfrontasi
~ Mogok
~ Tindak kekerasan politik terhadap harta
~ Tindak kekerasan politik terhadap Manusia
~ Perang gerilya/revolusi
o Budaya politik tidak
sesuai dengan semangat pembangun politik bangsa
Adapun budaya politik yang
bertentangan dengan semangat pembangunan politik bangsa antara lain :
1. Terjadi demonstrasi yang mengganggu ketemtraman umum
2. Timbul konflik di berbagai wilayah karena ketidak adilan.
3. tindak kekerasan
4. Aksi mogok oleh elemen masyarakat
5. Berbagai macam pelanggaran HAM
1. Terjadi demonstrasi yang mengganggu ketemtraman umum
2. Timbul konflik di berbagai wilayah karena ketidak adilan.
3. tindak kekerasan
4. Aksi mogok oleh elemen masyarakat
5. Berbagai macam pelanggaran HAM
§ Budaya politik partisipan
dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Contohnya :
1. menjauhkan diri dari perbuatan –perbuatan yang melanggar perbuatan hukum
2. menciptakan disiplin dalam segala aspek kehidupan
3. berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan
4. membangun hak pilih dengan sebaik-baiknya
5. bermusyawarah untuk menyelesaikan segala permasalahan
6. taat dan patuh terhaddap aturan yang berlaku.
1. menjauhkan diri dari perbuatan –perbuatan yang melanggar perbuatan hukum
2. menciptakan disiplin dalam segala aspek kehidupan
3. berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan
4. membangun hak pilih dengan sebaik-baiknya
5. bermusyawarah untuk menyelesaikan segala permasalahan
6. taat dan patuh terhaddap aturan yang berlaku.
ConversionConversion EmoticonEmoticon