Shalat tahiyatul masjid
disyariatkan pada setiap saat, ketika seseorang masuk masjid
dan bermaksud duduk di dalamnya. Ini merupakan pendapat Imam
Asy-Syafi’i & Ahmad bin Hambal, yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu
Baz, & Ibnu Al-Utsaimin –rahimahumullah.
Dalam hadis yang diriwayatkanoleh Abu
Qatadah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu
‘alaihiwasallambersabda,
إِذَا دَخَلَ
أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka
hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR.
Al-Bukhari no. 537 & Muslim no. 714)
Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu-
berkata,
جَاءَ سُلَيْكٌ
الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَخْطُبُ, فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا! ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ
فِيهِمَا
Artinya,“Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari
Jum’at, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah,
dia pun duduk. Maka beliau langsung bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan
shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang
berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia
mengerjakannya dengan ringan.” (HR. Al-Bukhari no. 49 dan Muslim no.
875)
Para ulama sepakat tentang disyariatkannya
shalat 2 rakaat bagi siapa saja yang masuk masjid & mau duduk di dalamnya.
Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya. Mayoritas ulama
berpendapat shalat Tahiyatul Masjid adalah sunnah & sebagian berpendapat
wajib. Yang jelas tidak sepantasnya seorang muslim meninggalkan syariat ini.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat
tahiyatul masjid adalah sunnah karena ada indikasi lain yang menyoal pada
status hukum sunnah dan tidak wajib. Di antaranya,
Pertama, hadis Abdullah bin Busr,
حديث أبي داود
والنسائي: أن رجلاً تخطى رقاب الناس والنبي صلى الله عليه وسلم يخطب فقال له: أجلس
فقد آذيت
Artinya,“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang
melangkahi pundak-pundak manusia sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam berkhutbah, maka beliau berkata, “Duduklah, sungguh engkau telah
menyakiti mereka.” (Shahih, HR Abu Dawud (1118), di shahihkan oleh
Syeikh Al-Albani)
Kedua, hadis Thalhah bin Ubaidullah radhiyallahu
Anhu, beliau berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرُ
الرَّأْسِ نَسْمَعُ دَوِيَّ صَوْتِهِ وَلَا نَفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ
عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ
قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ
Artinya, “Seorang laki-laki dari penduduk Nejd
yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat memahami
sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,‘Islam
adalah shalat lima waktu siang dan malam.‘ Dia bertanya lagi, ‘Apakah
saya masih mempunyai kewajiban selain-Nya? ‘ Beliau menjawab, ‘Tidak,
kecuali kamu melakukan shalat sunnah.” (HR. Bukhari (46), Muslim
(11/76))
Ketiga, hadis AbuWaqid Al Laitsi radhiyallahu
Anhu, beliau berkata,
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ
اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا
هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ
فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا
وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا
فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا
أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى
اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ
مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika sedang duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat
datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus duduk
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimana satu
diantaranya nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (di depan), sedang yang kedua duduk di belakang
mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, Setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam selesai bermajelis, Beliau bersabda: “Maukah
kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi?”Adapun salah seorang diantara
mereka, dia meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah lindungi dia. Yang
kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang
ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun berpaling darinya.”(HR. Bukhari
(66) Muslim (2176))
Pengertian Shalat Tahiyatul Masjid
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Tahiyyatul
Masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua Roka’at, dan dikerjakan oleh
seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk
sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak setiap
orang yang akan masuk ke masjid, sebagaimana dalil-dalil yang telah
disebutkan.” (Fathul Bari: 2/407)
Siapa Yang Dikecualikan Untuk
Tidak Mengerjakan Shalat Tahiyatul Masjid?
Ibnu Hajar juga berkata, “Dikecualikan bagi
khotib masjid, yang akan masuk ke masjid untuk shalat, dan berkhutbah di
hari jum’at, maka seorang khotib tidak perlu melakukan shalat Tahiyatul
Masjid. Dikecualikan juga bagi pengurus masjid, karena ia diberi amanah
untuk senantiasa keluar masuk masjid, jika setiap keluar masuk di perintahkan
untuk shalat tahiyatul masjid, tentu hal itu akan memberatkan baginya. Sebagaimana
pula tidak disunnahkan bagi seseorang yang masuk ke masjid sedangkan imam telah
menegakkan shalat fardhu atau telah selesai dikumandangkan iqamat, karena
sesungguhnya shalat fardhu telah cukup walaupun tidak shalat
tahiyatul Masjid.” (Subulus Salam: 1′/320)
Namun sebagian Ulama’
berpendapat disunnahkan melakukan tahiyatul Masjid setiap kali masuk
ke Masjid. Hal ini sebagaimana pendapat imam Nawawi, dan ini pendapat
yang dipilih oleh ibnu Taimiyyah, dan Ahmad bin Hambal. (Al-Majmu’:
4/75)
Imam Syaukani rahimahullah berpendapat, “Bahwa
shalat Tahiyatul Masjid disyari’atkan, meskipun berkali-kali masuk ke masjid,
sebagaimana secara ekplisit dinyatakan dalam hadits. (Nailul
Authar: 3/70)
Tahiyatul masjid tergolong sebagai penghormatan
terhadap masjid. Hal itu sepadan dengan ungkapan salam ketika masuk
ke suatu tempat, sebagaimana seorang yang memberi salam kepada
sahabatnya ketika bertemu.
An-Nawawi rahimahullah berkata,
“Sebagian yang lain mengilustrasikan dengan memberi salam kepada pemilik masjid
(Allah subhanahu wata’ala). Karena maksud dilakukannya tahiyatul
masjid adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada masjid, sebab
seseorang yang masuk ke rumah orang lain, yang diberi salam adalah pemiliknya
bukan rumahnya. (Hasyiyah Ibnul Qasim: 2/252)
ConversionConversion EmoticonEmoticon